Ilustrasi Riba di Keseharian Kita

Sebut saja bunga, bukan nama sebenarnya. Nama aslinya adalah riba, dipoles sedemikian rupa supaya terlihat menarik. Dalam Bahasa inggris disebut interest (kepentingan, minat, keuntungan). Dalam bahasa arab, riba berarti bertambah dan tumbuh. Untuk memahami riba dalam keseharian kita, berikut diilustrasikan sepuluh kaidah umum dalam memahami riba (Referensi: M. Abduh Tuasikal. 10 Kaidah Memahami Riba).

Kaidah #1

Utang yang dikembangkan termasuk riba.

Contoh:
Pinjam uang satu juta rupiah, mesti dicicil 100 ribu tiap bulan dalam setahun, sehingga totalnya menjadi 1,2 juta rupiah. Maka kelebihan 200 ribu ini adalah riba.

Kaidah #2

Tambahan dari transaksi utang sebagai ganti karena adanya penundaan waktu pembayaran adalah riba.

Contoh:
Pengajuan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) ke Bank selama lima tahun sebesar 400 juta. Namun, karena tidak bisa dilunasi selama jangka waktu lima tahun, kemudian Bank mengubah transaksinya (restrukturisasi). Jangka waktu diperpanjang hingga 10 tahun dan harga bertambah menjadi 600 juta sebagai kompensasi atas penundaan pembayaran.

Kaidah #3

Semua utang yang menghasilkan manfaat (apapun bentuknya), statusnya adalah riba.

Contoh:
Ade memberi utang kepada Bude, akibat bantuan yang diberikan Ade kepada Bude tersebut maka Bude mentraktir Ade saat makan siang sebagai “wujud terimakasih”. Maka, traktiran ini adalah serupa manfaat yang didapat akibat memberi utang. Jalan yang lebih selamat adalah menolaknya, kecuali traktiran tersebut sudah menjadi kebiasaan sebelumnya.

Ade sebagai nasabah Bank X, kemudian setiap nasabah Bank X tersebut akan mendapatkan diskon khusus (manfaat) setiap berbelanja di merchant tertentu dengan menggunakan kartu debit atau kartu kreditnya. Maka, diskon ini serupa manfaat akibat nasabah menyimpan uang di Bank, karena pada prinsipnya nasabah memberi utang kepada Bank dan Bank memberi manfaat. Jalan yang lebih selamat adalah tidak mengambil manfaat tersebut.

Kaidah #4

Riba tetap tidak boleh, baik jumlahnya banyak maupun sedikit.

Contoh:
Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang merupakan program bantuan permodalan dari pemerintah dengan bunga kecil, hanya 9% per tahun, tetap tidak boleh dimanfaatkan. Cicilan kartu kredit 0% tetap tidak boleh dimanfaatkan karena sudah menyetujui akad riba saat menandatangani aplikasi.

Kaidah #5

Tidak diperkenankan ada kenaikan harga pada transaksi utang-piutang.

Contoh:
Ade memberi utang di tahun 2010 kepada Bude sebesar 100 juta, hingga di tahun 2018 ini nilai uang tersebut menyusut jauh dengan alasan inflasi, sehingga utang 100 juta tersebut harus dibayar 110 juta. Padahal, penyebab inflasi itu adalah riba (lingkaran setan). Nilai mata uang menurun dan harga barang naik, karena mata uang dianggap sebagai komoditas yang diperjualbelikan bukan sebagai alat tukar atau alat pembayaran.

Kaidah #6

Riba berlaku untuk semua jenis mata uang/alat tukar.

Contoh:
Riba tidak hanya berlaku pada uang kartal (uang logam dan kertas), tapi juga pada mata uang/alat tukar yang dilakukan secara tidak tunai dan ada jeda waktu. Tidak diperbolehkan jual beli emas secara kredit maupun tukar tambah.

Kaidah #7

Saling ridha tidak perhitungkan dalam riba.

Contoh:
Debitur telah menandatangani akad KPR dengan Bank dan beralasan debitur ridha dengan ketentuan memberikan bunga/margin pinjaman kepada Bank sesuai dengan ketentuan Perjanjian Kredit. Meski debitur “ridha” dengan memberi tambahan tersebut, tetaplah terhitung sebagai pemberi riba dan Bank sebagai pemakan riba.

Kaidah #8

Tidak boleh mengajukan syarat tambahan yang menguntungkan pihak pemberi utang.

Contoh:
Ade mau memberi utang kepada Bude dengan syarat Ade boleh menggunakan sepeda motor Bude kapanpun diperlukan.

Kaidah #9

Kredit dengan melibatkan pihak ketiga punya kemungkinan besar melakukan riba.

Contoh:
Jual beli sepeda motor secara kredit, harga pasaran 18 juta rupiah dan transaksinya dengan dealer sebagai penjual, tapi pelunasannya ke lembaga keuangan (leasing) secara kredit dalam jangka waktu lima tahun dengan total 25 juta rupiah.

Kaidah #10

Pengelabuan atau akal-akalan dalam riba tetap tidak diperbolehkan.

Contoh:
Ade menjual sebidang tanah kepada Bude secara kredit sebesar 200 juta dengan jangka waktu dua tahun. Sebulan setelah pelunasan, Ade ingin membeli kembali sebidang tanah tersebut dari Bude seharga 170 juta secara tunai.

6 thoughts on “Ilustrasi Riba di Keseharian Kita

  1. abu4faqih

    Menarik sekali. Ada beberapa pertanyaan yang kemudian muncul dari tulisan di atas.
    1. Untuk akad menabung di bank syariah umumnya adalah mudharabah (kerjasama). Artinya bank bukan peminjam tetapi pihak yang mengelola modal, bagi hasil yang diterima oleh penabung adalah bagian keuntungan usaha bagi pemodal. Apakah berarti tidak riba?
    2. Pinjaman berkala syariah, saya pikir menerapkan prinsip tidak menambah keuntungan melainkan mengganti kenaikan harga barang yang senilai pinjaman. Misal pinjaman senilai emas tertentu yang dicicil selama waktu tertentu, maka peminjaman memiliki target penggantian senilai harga emas di waktu yang ditentukan itu. Apakah itu juga termasuk riba?
    Terima kasih atas penjelasannya.

    Reply
    1. Rizal Dwi Prayogo Post author

      1. Akad menabung di bank syariah ada dua, yaitu mudharabah (bagi hasil) dan wadiah (titipan). Ada beberapa catatan thd akad mudharabah dari sisi operasional yang dilakukan oleh bank, jika hasil usaha menguntungkan maka bank menerapkan bagi hasil (seharusnya berdasarkan keuntungan), namun jika usaha merugi, maka bank tetap menanggung kerugian dengan bagi rugi berdasarkan modal. Namun pada kenyataannya, baik usaha untung atau rugi, bank tetap narik keuntungan (tidak mau rugi).

      Istilah bagi hasil dan bunga sama saja dalam operasional perbankan, hanya memoles nama (tetap saja riba). Sering tidak sejalan Fatwa Dewan Pengawas Syariah dan Regulasi Perbankan, yang sering dimenangkan adalah regulasi perbankan.

      2. Jika melakukan akad utang piutang maka tidak boleh ada tambahan, maka itu riba. Jual beli barang ribawi (emas, perak, gandum, kurma) harus secara tunai dan tidak ada penundaan waktu. Wallahu alam

      Reply
      1. abu4faqih

        Poin 1 berarti tergantung pada akadnya ya. Kalo bank menyalahi akad, nasabah/penabung tidak menanggung salah kan. Poin 2, utang emas dibayar itungan berat sama walaupun ada jeda waktu, selisih harga emas di antara 2 waktu itu tidak disebut riba kan.

        Alternatifnya ada kah? Biar yang pingin bersih dari riba dapat solusi ultimat.

      2. rizal prayogo Post author

        Sebagai penabung, berusaha mengambil hukum yg paling selamat, yaitu akad wadiah (titipan) dan minta utk tidak menerima bunga/bagi hasil.

        Kalau akad utang piutang mesti jelas, tanpa ada tambahan. Tidak boleh di kemudian hari menyalahi akad di awal dengan meminta lebih. Jika mau memberi utang dalam jumlah besar, maka berikan dalam bentuk emas, dan dikembalikan dengan emas yg beratnya sama.

  2. Pingback: Riba Penyebab Inflasi | .rizalprayogo

  3. Pingback: Riba Penyebab Inflasi | .rizalprayogo

Leave a comment